Lelaki Pengangguran dan Koin Bengkok
January 09, 2015
Alkisah, seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi finansial keluarganya morat-marit. Sementara para tetangganya sibuk memenuhi rumah dengan barang-barang mewah, ia masih bergelut memikirkan cara memenuhi kebutuhan pokok keluarganya sandang dan pangan.
Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya sering marah-marah karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak. Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.
Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah bengkok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah bengkok,” gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank.
“Sebaiknya koin in Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 300 ribu.
Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dia lakukan dengan rejeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan stoples. Sesudah membeli kayu seharga 300 ribu, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.
Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu.
Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah 1 juta kepada lelaki itu.
Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkannya mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukar kayu tersebut dan meminjam sebuah gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Ditengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 2 juta. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 2,5 juta. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 2,5 juta. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur.
Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata,
“Apa yang terjadi? Engkau baik-baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
“Apa yang terjadi? Engkau baik-baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi?”
Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata,
“Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin bengkok yang kutemukan tadi pagi”.
“Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin bengkok yang kutemukan tadi pagi”.
****
Kisah diatas memberikan hikmah kepada kita bahwa sebenarnya kita tak pernah memiliki apapun. Jadi ketika ada yang hilang baik itu harta ataupun lainnya, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?
Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika lahir dan pulang (meninggal) kita tidak membawa apa-apa.
Sebaliknya, sewajarnya kita bersyukur atas segala karunia hidup yang telah Tuhan berikan pada kita, karena ketika lahir dan pulang (meninggal) kita tidak membawa apa-apa.