Taubat Pendosa yang Berbuah Kebahagiaan
February 08, 2015
Aku mungkin orang yang paling banyak dosanya di dunia ini. Semua dosa hampir sudah pernah aku coba. Dari minuman keras, ganja, dan lain sebagainya pernah kucoba.
Bahkan, beberapa orang mengenalku sebagai seorang preman. Setelah lulus SMA, aku tak melanjutkan kuliah, karena aku lebih senang kumpul dengan teman-temanku sesama pengangguran. orang tuaku bisa dikatakan kaya, tapi mereka tak mau peduli denganku, semuanya diselesaikan dengan uang. Parahnya, saat aku mabuk dan tak sadarkan diri banyak hal-hal negatif yang aku lakukan.
Dengan uang dan ketampanan yang aku punya, hampir semua tipe wanita sudah pernah kutaklukan. Namun, yang beberapa hari ini jadi perhatianku, aku ingin bisa menaklukan satu tipe wanita yang cukup sulit ditaklukan nampaknya, yaitu wanita berjilbab.
Akhirnya aku menemukan seorang wanita cantik berjilbab yang kujadikan target untuk mendapatkannya. Berbagai strategi kujalankan untuk mendapatkan seorang wanita cantik berbalut jilbab rapi di sebuah kampus. Karena aku tahu wanita seperti itu suka dengan lelaki yang suka mengaji dan berkumpul dengan orang-orang sholeh, kuberanikan diri untuk pura-pura mengikuti kajian yang diadakan di kampus tersebut. Awalnya, fokusku bukan pada pengajiannya, namun pada cara beberapa lelaki di sekelilingku bersikap. Agar aku bisa meniru tingkah laku mereka agar hati wanita cantik berbalut hijab itu bisa kutaklukkan.
Bahkan, beberapa orang mengenalku sebagai seorang preman. Setelah lulus SMA, aku tak melanjutkan kuliah, karena aku lebih senang kumpul dengan teman-temanku sesama pengangguran. orang tuaku bisa dikatakan kaya, tapi mereka tak mau peduli denganku, semuanya diselesaikan dengan uang. Parahnya, saat aku mabuk dan tak sadarkan diri banyak hal-hal negatif yang aku lakukan.
Dengan uang dan ketampanan yang aku punya, hampir semua tipe wanita sudah pernah kutaklukan. Namun, yang beberapa hari ini jadi perhatianku, aku ingin bisa menaklukan satu tipe wanita yang cukup sulit ditaklukan nampaknya, yaitu wanita berjilbab.
Akhirnya aku menemukan seorang wanita cantik berjilbab yang kujadikan target untuk mendapatkannya. Berbagai strategi kujalankan untuk mendapatkan seorang wanita cantik berbalut jilbab rapi di sebuah kampus. Karena aku tahu wanita seperti itu suka dengan lelaki yang suka mengaji dan berkumpul dengan orang-orang sholeh, kuberanikan diri untuk pura-pura mengikuti kajian yang diadakan di kampus tersebut. Awalnya, fokusku bukan pada pengajiannya, namun pada cara beberapa lelaki di sekelilingku bersikap. Agar aku bisa meniru tingkah laku mereka agar hati wanita cantik berbalut hijab itu bisa kutaklukkan.
Namun entah mengapa, saat seorang ustadz mengajarkan tentang nikmtnya menjadi seorang muslim yang hidup tenang dunia akhirat, seperti ada setetes embun yang begitu menyejukkan hatiku yang selama ini kering. Seperti oase di tengah padang pasir. Pengajian perdana berlalu, entah mengapa ada kerinduan untuk mendengar kembali kajian selanjutnya. Jiwa ini seperti mendapat asupan setelah kelaparan yang berkepanjangan.
Kajian selanjutnya, kembali aku dapatkan kesejukan itu, hingga pertemuan-pertemuan selanjutnya. Akhirnya, akupun lupa dengan targetku untuk menaklukan wanita berjilbab panjang itu.
Akupun sedikit demi sedikit mulai berubah. Entah mengapa aku sudah malas ngobat, mabuk, dan kemaksiatan lainnya. Perlahan aku sudah jarang ditemui di tempat mangkalku dengan teman-teman lain sesama pemabuk. Aku justru ketagihan dengan sholat dhuha yang jadi amalan favoritku. Kadang aku berkata dalam hati, “Halo, kenapa aku jadi berubah gini? Mana aku yang dulu?”
Sampai suatu hari, seorang Ustadz bertanya,
“Antum (Kamu) sudah siap nikah? Ini kebetulan ada seorang akhwat yang sudah siap menikah. Antum kayaknya udah siap untuk nikah”.
Otakku seperti mau pecah, hatiku seperti kena petir. Sambil setengah gagap akupun berkata,
“Ust.. Ustadz, saya ini banyak dosa. Tapi saya memang ingin sekali memperbaiki diri. Mudah-mudahan saya bisa menjadi imam yang baik. Bismillah, kalau ustadz yang merekomendasikan, saya siap ustadz”.
Sekarang giliran Ustadznya yang kaget.
“Bener siap?? Kapan kamu mau ta’aruf (Berkenalan) dengan akhwatnya?"
Dengan tekad kuat, akupun menatap dalam-dalam mata Ustadz,
“Ustadz, kalau memang memungkinkan, malam ini juga saya siap untuk melamar dan melangsungkan akad nikah. Saya gak mau berlama-lama. Kebetulan saya sudah punya tabungan yang cukup untuk mahar dan hidup bersama beberapa bulan kedepan”.
“B.. bener? Kamu nggak akan lihat dulu akhwatnya?” Tanya sang Ustadz.
“Afwan (Maaf) Ustadz, dia wanita tulen kan?” Tanyaku.
“Ya iyalah..hehe. Masa banci” Canda Ustadz.
“Saat masa kelam dulu, saya sudah tahu semua tipe wanita. Saya nggak mau saya menikah karena nafsu saya padanya. Saya ingin menikahi wanita yang siap menerima saya sebagai imamnya. Yang bersama saya mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam. Mohon do’anya Ustadz” Jawabku mantap.
Singkat cerita, malam itu juga, aku dibawa ke rumah orang tua akhwat yang akupun tak tahu wajah dan latar belakang dirinya. Pikir sederhanaku, ada seorang wanita muslimah yang mau menerima aku apa adanya saja sudah Alhamdulillah.
Saat Sang Ustadz berbincang-bincang dengan keluarga akhwat tersebut, pikiran saya melayang-layang. Ingin rasanya mencubit pipi sambil bilang,
“Benarkah ini terjadi? Sebentar lagi saya akan menikah?”.
Saat kedua orang tua wanita paham dengan tujuan kami kemari, mereka pun berkata,
“Kalau kami sih nggak ada masalah, tapi ga tau anaknya mau atau nggak. Mikaila, kemari Nak!”.
Tiba-tiba dari balik tirai rumah yang sederhana itu muncul seorang bidadari yang begitu cantik, memakai kerudung putih rapi dengan mata menunduk dan senyum yang menggoda.
“Allah, ternyata dia, orang yang dulu aku kejar-kejar sampai aku bisa berubah seperti ini!”. Astagfirullah, segera kutundukkan kepala.
Orang tua akhwat itupun bertanya untuk kedua kalinya,
“Nak, kamu sudah kenal dengan lelaki yang ingin melamarmu ini?”.
“Mm.. Belum mah, tapi wajahnya pernah hadir dalam mimpi Mikaila beberapa hari ini” Jawabnya begitu merdu.
“Waduh, belum kenal. Jadi gimana, kamu setuju menikah dengan Mas ini atau mau dipikir masak-masak dulu?” Tanya sang ayah.
Beberapa saat, keadaan begitu sepi, seakan malam Jum’at kliwon di sebuah hutan. Hatiku pun bergejolak, aku memang berharap, tapi aku siap jika aku ditolak. Jika diterima aku akan sujud syukur, jika ditolak aku akan berkata,
“AllahuAkbar!”
Tiba-tiba, sebuah suara lembut begitu menyejukkan hati, seperti pertama kali aku menikmati siraman hidayah mengalir di tubuhku,
“InsyaAllah, dengan memohon petunjuk dan rahmat dari Allah, Mikaila siap membangun cinta karena Allah, berusaha menjadi istri solehah, setia menemani Mas dalam berjuang di jalan Allah. Bismillah, Mikaila siap diimami”.
Lantunan kata itu bukan hanya lembut, tapi membuat mataku meleleh. Teringat kembali masa-masa kelam yang kujalani selama ini. Akankah aku mengatakannya sekarang di depan semua orang? Ataukah hanya akan kuberitahu pada calon istriku? Atau selamanya akan kupendam, atau bahkan kulupakan. Beberap saat hatiku berkecamuk.
Kutersadar dari lamunan saat Ustadz berkata,
“Alhamdulillah, kalau seperti itu, bagaimana kalau malam ini saja langsung akad nikah, biar cepat halal. InsyaAllah resepsi bisa menyusul”.
Singkat cerita, malam itu dengan pertimbangan banyak pihak akhirnya akupun berhasil meminang seorang bidadari cantik jelita, anugerah terindah dariNya.
Malam itu juga aku ajak Mikaila ke sebuah hotel yang cukup mewah. Setelah wudhu bersama, sholat 2 rakaat dan mencium keningnya, akupun memegang tangannya perlahan, sambil malu-malu menatap matanya yang indah itu,
“Sayang, benarkah kau mau menerima diriku apa adanya?” Jawabku lirih.
“InsyaAllah saya menerima Mas apa adanya”. Mataku mulai berkaca-kaca,
“Tapi aku punya masa kelam yang…” Belum sempat aku melanjutkan, jari tangannya yang lentik menyentuh bibirku,
“Sstt.. Mas, saat akad tadi terucap aku sudah pasrahkan semuanya pada Allah. Aku terima mas apa adanya, aku punya masa lalu, mas juga punya masa lalu, yang penting bukan masa lalu, tapi hari ini dan hari-hari selanjutnya yang akan kita bangun”.
Subhanallah, akupun memeluknya sambill air mataku meleleh. Begitu bahagia rasanya mempunyai istri sholehah yang ikhlas menerimaku apa adanya. Malam itupun aku terkejut karena ternyata istriku penghafal Al-Quran, lebih dari 20 juz ia hafal beserta artinya.
Maka nikmat Allah mana lagi yang hendak kau dustakan?
Malam itu menjadi malam terindah yang pernah ada dalam hidupku. AllahuAkbar!