Keberuntungan dan Kemalangan itu Wewenang Allah
January 15, 2015
Alkisah seorang tua miskin di sebuah kampung memiliki seekor kuda putih yang indah. Penduduk kampung tersebut menyarankan agar pak tua menjual saja kuda tersebut karena membutuhkan biaya besar untuk merawatnya agar tetap terlihat cantik, lagipula kuda seindah itu rentan terhadap pencurian, namun pak tua menolak untuk menjualnya.
Suatu ketika kekhawatiran warga kampung menjadi kenyataan, kuda sudah tidak ada lagi dikandangnya, raib entah kemana. Melihat kejadian ini, penduduk lalu menyalahkan orang-tua:
”Lihatlah.., apa yang kami sampaikan adalah sesuatu yang logis dan masuk akal, semua orang juga akan berpikiran yang sama, bahwa kuda yang cantik tersebut akan hilang dicuri. Karena Anda tidak mau menerima pendapat yang masuk akal ini maka sekarang Anda harus menghadapi musibah, kehilangan kuda..”.
Pak tua menjawab: ”Darimana kalian tahu kalau kehilangan kuda yang cantik tersebut menjadi musibah buat saya..?”.
Ternyata beberapa hari kemudian kuda yang cantik tersebut kembali lagi ke kandangnya. Rupanya si kuda pergi ke hutan untuk beberapa lama dan berkumpul dengan kuda-kuda liar yang hidup disana, ketika kembali, kuda tersebut membawa belasan kuda liar untuk masuk ke kandang bersama-sama.
Mendengar kejadian ini, penduduk kemudian mendatangi pak tua dan berkata: ”Ternyata Anda benar, apa yang dalam pandangan logis kami merupakan musibah buat Anda ternyata malah sebaliknya, merupakan suatu keberuntungan yang besar..”.
Lagi-lagi pak tua tidak peduli dan menjawab: ”Darimana kalian tahu kalau bertambahnya kuda yang saya miliki tersebut merupakan keberuntungan..?”.
Penduduk kampung kembali heran dengan jawaban pak tua, mereka kemudian pergi dengan bertanya-tanya.
Pak tua memiliki seorang anak laki-laki, beberapa waktu berlalu anaknya tersebut mengurus kuda-kuda liar tersebut, melatihnya agar bisa dimanfaatkan untuk bekerja ditanah pertanian milik mereka, namun terjadi kecelakaan, anak pak tua jatuh dari kudanya dan mengalami patah kaki. Penduduk yang mendengar kabar ini langsung mendatangi pak tua dan berkata:
”Lagi-lagi Anda benar, ternyata apa yang kami anggap sebagai berkah dan keberuntungan Anda malah menimbulkan musibah, anak Anda menjadi celaka dan kakinya patah. Coba kalau kuda Anda tidak kembali membawa kuda-kuda liar dari hutan..”.
Pak tua kembali menjawab: ”Darimana kalian mengetahui kalau kecelakaan yang dialami anak saya merupakan musibah buat kami..?”.
Sekali lagi orang-orang kampung tersebut pulang dengan terheran-heran.
Beberapa bulan kemudian, penduduk kampung didatangi oleh petugas kerajaan. Ternyata negeri dalam keadaan perang dan kedatangan petugas kerajaan tersebut untuk merekrut para pemuda masuk wajib militer membela negara. Masalahnya musuh yang dilawan sangat kuat sehingga kemungkinan besar negeri tersebut akan kalah perang dan kecil peluang bagi tentara untuk bisa bertahan hidup di medan perang. Namun anak pak tua tidak termasuk tenaga yang direkrut karena kakinya patah.
Mendapati cerita ini, penduduk kampung kembali datang kepada pak tua, mereka bicara, kali ini sambil menangis: ”Anda beruntung pak tua.., anak laki-lakimu selamat dari kematian, ternyata kecelakaan yang menimpanya dan kami anggap merupakan musibah buat Anda, sebaliknya malah menjadi keberuntungan Anda..”.
Pak tua lalu menjawab: ”Untuk kesekian kalinya aku berbicara pada kalian bahwa kalian selalu terlalu cepat menarik kesimpulan. Tidak ada yang tahu apakah ini keberuntungan atau musibah. Tidak ada yang cukup bijaksana untuk mengetahui karena hanya Allah yang tahu.”
*****
Cerita ini mungkin hanya sebuah dongeng rekaan, namun sangat dekat dengan kehidupan kita. Tanpa terasa apa yang terjadi sebenarnya terjadi juga dalam kehidupan nyata yang kita jalani sehari-hari.
Ketika seseorang mendapatkan suatu jabatan, menjadi menteri, boss perusahaan, walikota/ bupati, anggota lembaga bergengsi, ataupun jabatan penting lainnya, orang tersebut lalu mengadakan selamatan dengan pesta tumpeng, mendapat kiriman karangan bunga, didatangi karib-kerabat untuk sekedar mengucapkan selamat. Namun ternyata jabatan yang dia peroleh tersebut sebenarnya pembuka jalan buat dia untuk masuk penjara, dan masuk neraka.
Kejadian yang dianggap menggembirakan pun seperti pesta pernikahan, kelahiran anak, dan kejadian lainnya tidak luput dari kemungkinan ‘salah duga’ seperti yang terjadi pada penduduk kampung tadi. Ketika seorang wanita memperoleh jodoh pria tampan, kaya dan gagah-perkasa, lalu mereka menikah dengan melaksanakan pesta besar-besaran mengundang ribuan tamu. Ternyata ketika menjalani rumat-tangga, si pria berubah menjadi orang yang ‘ringan-tangan’ dan suka memukul. Kita lalu bisa berimajinasi seandainya para tamu undangan mengetahui apa yang akan terjadi dengan rumah-tangga si pengantin wanita, ucapan selamat mereka bunyinya: ”Selamat yaa, kamu sudah mendapatkan pasangan yang akan membuat kamu babak-belur dan menderita kelak..”.
Demikian pula dengan kelahiran seorang anak, orang-tua mana yang tidak akan gembira menyambut kelahiran anak yang selama ini ditunggu-tunggu?. Namun boleh jadi si anak tersebut ternyata pembuka jalan bagi penderitaan orang-tuanya, ketika beranjak dewasa menjadi preman, bintang porno yang membuat malu orang-tua, atau juga koruptor yang ketahuan tertangkap KPK. Begitu mengalami penderitaan akibat kelakuan si anak, orang-tua yang dulunya menganggap dianugerahi rahmat dan berkah oleh Allah, berbalik memohon agar si anak dikembalikan saja kedalam perut ibunya, dan meminta untuk tidak pernah dilahirkan.
Makanya seorang ustadz pernah bercerita kepada penulis, ketika dia mendengar keluhan seorang ibu yang sudah bertahun-tahun tidak juga mendapatkan anak yang sangat dia nanti-nanti, yang akan menjadi pelengkap kebahagiaannya dihari tua, pak ustadz langsung menjawab :”Siapa yang bisa menjamin bahwa kalau ibu punya anak, maka anak tersebut akan mendatangkan kebahagiaan kelak, dan bukan kesengsaraan..?”.
Penulis tidak akan menguraikan kemungkinan sebaliknya, betapa banyaknya orang-orang yang dalam penilaian kita mendapat musibah dan ketidak-beruntungan dalam hidup, namun ternyata nasibnya tersebut justru merupakan kejadian yang menyelamatkan dari laknat Allah.
"...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216)
"…(maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (An-Nisaa': 19)
Satu-satunya cara bersikap yang tepat terhadap hal yang pasti kita hadapi ini adalah dengan berprasangka baik terhadap Allah, tidak ada lagi cara yang lain. Bersikap sebaliknya, curiga dan berprasangka buruk, lalu mengatakan: ”Tuhan tidak sayang sama saya, Dia sama sekali tidak peduli..”, hanya akan berakibat merugikan diri sendiri, akan membuat kita menjauh dari Allah, dan ketika kita sudah jauh, kejadian apapun tidak lagi memiliki nilai kebaikan, tidak peduli kita senang ataupun susah ketika mendapatkannya.